Mamuju, 26 September 2025 - Kanwil Kemenkum Sulbar menghadiri FGD Uji Publik RUU tentang Penyesuaian Pidana yang dilaksanakan secara virtual.
Pelaksanaan kegiatan itu dihadiri oleh Kadiv P3H, John Batara Manikallo, mewakili Kakanwil Kemenkum Sulbar, Sunu Tedy Maranto, Koordinator Perancang Per UU bersama sejumlah jajaran.
Selain Wakil Menteri Hukum, Prof. Dr. Edward Omar Sharuf Hiariej, sejumlah tokoh Akademisi juga menjadi narasumber di kegiatan yang sama itu, diantaranya Guru Besar Hukum Pidana FH UGM Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, Dosen Hukum Pidana FH UGM Sri Wiyanti Eddyono,
Pelaksanaan uji publiki ini bertujuan untuk menghimpun masukan terkait RUU Penyesuaian Pidana sebagai tindak lanjut Pasal 613 KUHP (UU No. 1 Tahun 2023) yang memerintahkan adanya UU khusus sebelum KUHP berlaku penuh pada 2026.
Penyesuaian substansi dalam RUU tersebut meliputi:
- Penyesuaian pidana dalam UU di luar KUHP
- Penyesuaian pidana dalam Peraturan Daerah (Perda)
- Penyesuaian dan koreksi langsung dalam KUHP Baru
Dalam pelaksanaan kegiatan itu, juga dibahas sejumlah hal diantaranya Pasal 100–101 KUHP Baru tentang pidana mati bersyarat. Kelompok abolisionis berpendapat negara tidak berhak mengambil nyawa, sedangkan Kelompok retensionis berpendapat pidana mati masih diperlukan untuk kejahatan luar biasa (korupsi, narkotika, terorisme, pelanggaran HAM berat).
Sebagai jalan tengah, sebagian akademisi dan ahli hukum mendukung model Indonesian Way yaitu pidana mati tetap ada, tetapi dengan masa percobaan 10 tahun sebelum eksekusi. Draf RUU perlu mempertegas kedudukan pidana mati bersyarat agar tidak menimbulkan tafsir berbeda.
Selain itu, dalam kegiatan itu disebutkan bahwa KUHP baru menghapus pidana kurungan, sedangkan banyak Perda masih mencantumkannya. Pidana kurungan di Perda diusulkan diganti pidana denda administratif. Denda administratif memungkinkan hasil masuk ke kas daerah. Praktik di lapangan, eksekusi kurungan Perda sangat jarang dilakukan, sehingga sanksi denda lebih realistis. Sehingga, perlu aturan tegas bahwa Perda hanya boleh mencantumkan denda administratif, bukan pidana kurungan. Serta perlu penguatan mekanisme pemungutan denda langsung oleh pemda (misalnya via perwali/perbup).
RUU lebih banyak berorientasi pada pelaku (hapus minimum khusus, pidana lebih ringan). Korban belum mendapat ruang dalam tujuan pemidanaan. Sehingga Akademisi mengusulkan agar perlindungan korban dimasukkan sebagai tujuan pemidanaan. Perlunya kejelasan pengaturan restitusi, kompensasi, dan ganti rugi agar tidak tumpang tindih antar peraturan.
“Setahun Bekerja, Bergerak - Berdampak”
#KementerianHukum
#LayananHukumMakinMudah
#KemenkumSulbar
#KanwilKemenkumSulbar
#Setahunberdampak