
Mamuju, 11 Desember 2025 – Kanwil Kemenkum Sulbar mengikuti Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengangkat tema "Transformasi Hukum Pidana Nasional Dalam Rangka Membangun Sistem Berbasis Keadilan Restoratif."
Kehadiran Kanwil Kemenkum Sulbar pada kegiatan itu menegaskan komitmennya mendukung pembaruan hukum pidana nasional.
Kegiatan yang dilaksanakan secara virtual via Zoom pada Rabu, 10 Desember 2025, ini dihadiri oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, John Batara Manikallo mewakili Kakanwil Kemenkum Sulbar, Sunu Tedy Maranto serta melibatkan Penyuluh Hukum, Perancang Peraturan Perundang-undangan, dan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di lingkungan Kanwil Kemenkum Sulawesi Barat.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jambi, Jonson Siagian, dalam laporannya menyebutkan bahwa sosialisasi virtual ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat pemahaman para pemangku kepentingan terhadap substansi dan implikasi pembaruan Hukum Pidana Nasional yang membawa perubahan signifikan terhadap paradigma penegakan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Sementara itu, Poin utama disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum Republik Indonesia, Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan adanya perubahan paradigma hukum pidana, yaitu beralih dari pendekatan keadilan retributif (pemidanaan sebagai balas dendam) menuju keadilan restoratif yang berorientasi pada pemulihan korban.
"Dalam pendekatan baru ini, pelaku tidak hanya dikenai sanksi, tetapi juga diarahkan untuk diperbaiki, sementara korban pun mendapatkan pemulihan yang layak. Inilah visi dan misi utama dari KUHP Nasional," ujar Wamenkum.
Visi dan misi KUHP ini tidak hanya menekankan kepastian hukum, tetapi juga keadilan, dengan adanya modifikasi dan perluasan alternatif pemidanaan, serta prinsip demokratisasi dan konsolidasi sistem hukum pidana.
Sejumlah pakar dihadrikan dalam pelaksanaan kegiatan itu diantaranya Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Profesor Hukum Pidana Universitas Indonesia, menyimpulkan perlunya perubahan paradigma pidana dan pemidanaan KUHP, yang harus memperhatikan perkembangan hukum nasional, internasional, dan kearifan lokal. Ia menekankan pentingnya kolaborasi dengan akademisi dan penggiat sosial.
Sedangkan Dr. Yenti Garnasih, Dosen Hukum Pidana Sekolah Tinggi Intelijen Negara, fokus pada pertanggungjawaban pidana korporasi. Beliau menjelaskan bahwa KUHP mendefinisikan korporasi (Pasal 146) secara luas dan memaparkan jenis pidana serta tindakan bagi korporasi, termasuk pembayaran ganti rugi, perbaikan akibat tindak pidana, pemenuhan kewajiban adat, hingga penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan korporasi.

